JAKARTA - Anggota Komisi VIII DPR RI Bukhori Yusuf menyoroti imbas kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) terhadap tanggung jawab tenaga pendamping kesejahteraan sosial yang berada di bawah naungan Kementerian Sosial (Kemensos), dalam hal ini pendamping Program Keluarga Harapan (PKH), yang menurutnya akan memikul beban lebih berat dalam upaya mengentaskan kemiskinan.
“Kenaikan harga BBM akan berimplikasi pada semakin besarnya tanggung jawab para tenaga pendamping untuk mendorong percepatan proses graduasi masyarakat miskin yang jumlahnya diprediksi akan bertambah, " kata Bukhori melalui keterangan pers yang diterima media, Selasa (6/9/2022).
Dengan anggaran bantuan langsung tunai (BLT) senilai Rp12, 4 triliun yang dianggarkan untuk 20, 65 juta keluarga penerima manfaat (KPM), dimana masing-masing KPM menerima Rp150 ribu untuk empat bulan, jelas jumlah yang sedikit. Artinya, setiap KPM hanya menerima insentif senilai Rp5 ribu per hari dari pemerintah sebagai bantalan sosial. Mirisnya, nominal itu bahkan tidak cukup untuk membeli satu liter beras.
Selain karena jumlahnya yang kecil, BLT tersebut juga memiliki keterbatasan dari aspek akurasi data calon penerima bantuan, jangkauan sasaran, serta durasi penyaluran bantuan. Besarnya tuntutan ditambah dampak dari kenaikan harga BBM juga turut berpengaruh terhadap taraf hidup dan kinerja para tenaga pendamping.
“Maka sudah semestinya Kementerian Sosial memberikan perhatian yang memadai bagi garda terdepan program Kementerian Sosial, ” ujar Bukhori. Untuk itu, ia mendorong Menteri Sosial untuk mengupayakan tenaga pendamping sosial semisal pendamping PKH yang sampai saat ini masih berstatus kontrak/honorer agar bisa segera beralih statusnya menjadi ASN PPPK.
“Sebagaimana telah saya sampaikan secara langsung di hadapan Menteri Sosial pada 1 September 2022 silam dalam kesempatan Raker Komisi VIII DPR RI dengan Kemensos, maka saya ingin tegaskan kembali perlunya para tenaga pendamping PKH ini diupayakan semuanya lulus dalam tes rekrutmen ASN PPPK, ” ungkapnya.
Menurut politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu, selain karena pertimbangan besarnya tanggung jawab yang diemban serta kiprah mereka yang sudah lama membaktikan dirinya untuk menyukseskan program pengentasan kemiskinan oleh pemerintah melalui PKH, peraturan perundang-undangan juga hanya mengenal dua jenis status kepegawaian di lingkungan instansi pemerintah, yakni PNS dan ASN PPPK.
“Dengan terbitnya surat edaran penghapusan tenaga honorer dari Kementerian PAN-RB, maka kami mendorong Kementerian Sosial untuk segera memberikan kejelasan status bagi para tenaga pendamping PKH ini paling lambat sebelum bulan November tahun 2023, ” pungkas Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI itu. (rnm/sf)