JAKARTA- Perusahaan yang berinisial PT SPS bersama dengan dua Perusahaan rekanannya PT.PUP dan PT. MSL digugat pailit karena diduga tidak mampu bayar utang senilai lebih dari 20 milyar kepada dua kreditornya.
Informasi ini menyebar cepat ke publik pasca adanya Permohonan Pembatalan Perdamaian di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 1 Juli 2022 terhadap ketiga perusahaan itu.
Perlu diketahui bahwa sebelumnya Perusahaan yang berinisial PT SPS bersama dengan dua Perusahaan rekanannya PT. PUP dan PT. MSL telah berada dalam masa Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) sejak 27 Oktober 2020 berdasarkan Putusan Homologasi Nomor 133/Pdt/Sus-PKPU/2020/ di Pengadilan Negeri dan Niaga Jakarta Pusat.
Oleh karnanya Hal ini membuat kedudukan PT. SPS bersama dengan dua Perusahaan rekanannya yaitu PT. PUP dan PT. MSL, berada dalam kewajiban pembayaran utang terhadap para kreditornya dengan skema-skema baru sesuai isi Perjanjian Perdamaian.
Namun perlu dipahami sejak Perjanjian Perdamaian disahkan pada 2020 hingga saat ini PT. PSP dan dua perusahaan rekanannya baru hanya mau memenuhi kewajiban pembayarannya sebesar Rp. 95 juta rupiah kepada Kreditor Nunung Idawati dan juga kepada Gunawan Wibisono sedangkan total dari piutang tiga Perusahaan tersebut besarnya lebih dari Rp. 20 Milyar
Adapun menurut Kuasa Hukum Pemohon, permohonan pembatalan perdamaian adalah hak konstitusional bagi setiap kreditur yang diberikan oleh Pasal 170 UU Kepailitan dan PKPU karena debitur lalai melaksanakan isi Perjanjian Perdamaian.
“Pada intinya bahwa selama ini sejak tahun 2020 Klien Kami sudah bersabar dan cukup menerima negosiasi-negosiai dari PT SPS dalam proses PKPU sebelumnya. Namun sebaliknya, di sisi lain pihak PT SPS dkk tidak menunjukkan itikad baik untuk melaksanakan janji-janjinya, bahkan PT SPS dkk tidak pernah merespon upaya komunikasi dari kami ataupun menjawab surat peringatan meskipun telah kami sampaikan berkali-kali.". Ujar Penggugat kepada Wartawan ( 01/02/22).
"Untuk melindungi hak dan kepentingan klien kami, kami pada akhirnya harus menggunakan prosedur pembatalan perdamaian yang mana hal ini adalah hak konstitusional setiap kreditur ketika debitur, dalam hal ini PT SPS dkk, lalai melaksanakan isi yang telah disahkan/homologasi.” sambunganya.
Dan perlu diketahui alasan permohonan ini diajukan adalah semata-mata untuk melindungi hak kliennya mengingat PT. SPS Bersama dua rekanannya PT. PUP dan PT.MSL yang dimana telah mengalami kondisi gagal bayar dan sebanyak dua kali. Sehingga permohonan pada intinya adalah menuntut supaya tagihan kliennya tersebut segera dibayar sekaligus secara keseluruhan.
“Per tanggal hari ini, permohonan kami sudah diterima melalui kepaniteraan PN Pusat. Dan langkah selanjutnya adalah tinggal menunggu relaas panggilan sidang SKK dari pengadilan untuk agenda sidang pertama" Tutupnya.
Sumber : Muh. Alan Saputra. D, . S.H.