JAKARTA – Dokter Sunardi, tersangka teroris ditembak mati oleh tim Densus 88 Antiteror Polri. Sunardi diketahui membuka praktik di rumahnya di RT 03/RW 07 Kampung Bangunharjo, Kelurahan Gayam, Kabupaten Sukoharjo.
Inisiator Gerakan Nurani Kebangsaan (GNK), Habib Syakur bin Ali Mahdi Al Hamid mengaku sepakat dengan apa yang dilakukan Densus 88 dalam memberantas terorisme bagian dari kejahatan luar biasa (extraordinary crime).
ini tidak kepingin tercium mata rantainya. Jadi kalau densus 88 melakukan tindakan, karena memang extraordinary. Jadi saya sepakat dengan apa yang dilakukan oleh Densus, tindakannya, saya sangat sepakat sekali, ” tegas Habib Syakur, hari ini.
“Sunardi ini tidak kepingin tercium mata rantainya. Jadi kalau densus 88 melakukan tindakan, karena memang extraordinary. Jadi saya sepakat dengan apa yang dilakukan oleh Densus, tindakannya, saya sangat sepakat sekali, ” tegas Habib Syakur, hari ini.
Menurutnya, langkah-langkah Densus 88 sudah tepat apalagi ada perlawanan dari tersangka teroris tersebut.
“Kalau ada perlawanan ya harus dilawan. Densus kalau mengintai sasaran kan tidak sembarangan, jadi sudah diteliti betul. Diamati betul kapan harus ditangkap, ” tuturnya.
Baca juga:
Na'as Bus Peziarah Terperosok ke Jurang
|
Habib Syakur pun menghimbau kepada seluruh rakyat Indonesia supaya mendukung perjuangan pergerakan Densus 88 untuk menumpas terorisme dan radikalisme.
Ia juga menyindir para kelompok radikal yang selalu memberikan pembelaan diri kepada pengikutnya (tersangka teroris). Dengan dasar menyudutkan dari sisi kemanusiaan yang akhirnya disimpulkan Densus itu tidak manusiawi karena mengambil sikap dan tindakan.
“Padahal sangat manusiawi, karena Densus melindungi seluruh dari sekian ratus juta rakyat Indonesia. Dan ini sebetulnya semua yang membuat narasi membusukkan Densus itu kan elemen-elemen dari ormas-ormas radikal yang bermuara ke Majelis Ulama Indonesia (MUI). Karena Majelis Ulama ini kan selalu menyudutkan Densus dan BNPT dengan hal-hal dan dalih yang sangat emosional, mau menangnya sendiri dan seenaknya sendiri. Saya sepakat harus diselesaikan, ” tandasnya.
Sementara itu, Pengamat Intelijen dan Keamanan Stanislaus Riyanta mengatakan bahwa dirinya juga mendapatkan informasi bahwa terduga teroris tersebut melakukan perlawanan dengan menabrakkan kendaraannya ke petugas dan ke rumah warga. Sehingga petugas melakukan tindakan agar tidak terjadi korban petugas dan masyarakat.
“Saya kira ini sudah sebuah SOP. Informasi yang diperoleh memang yang bersangkutan adalah bagian dari JI, ” jelasnya.
Dikatakannya, perlu penjelasan kepada publik terkait peristiwa tersebut, jangan sampai publik justru menerima informasi yang tidak sesuai situasi di lapangan. Seperti munculnya narasi menyudutkan bahwa Dokter tersebut dibunuh, tidak melawan dan tidak membawa senjata.
Disisi lain, terkait profesi SU sebagai dokter, Stanislaus menuturkan bahwa ideologi radikal bisa menyasar ke siapa pun.
“Ini sebenarnya bukan hal yang mengejutkan. Bahkan, sempat ada (terduga teroris) yang ditangkap berlatar dosen, pegawai BUMN, PNS, dan lain-lain, ” ucapnya lagi.
Dari kasus-kasus tersebut, Stanislaus menuturkan bahwa pola-pola jaringan JI telah berubah. Organisasi itu sekarang lebih inklusif.
Menurut dia, perubahan pola merupakan strategi mereka supaya lebih diterima masyarakat.
Selain itu, perubahan tersebut dimaksudkan agar aktivitas kelompok tersebut tidak mudah dipantau dan untuk memudahkan dalam penggalangan dana. (***)